Selasa, 23 Juli 2013

Ketuban Pecah Dini dan Vakum Ekstraksi



A.      KONSEP PERSALINAN
1.         Pengertian
Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan sejati, yang ditandai oleh perubahan progresif pada serviks dan diakhiri dengan pelahiran plasenta.
(Helen Varney. 2007 : 672)
Proses persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu.
(Asuhan Persalinan Normal. 2008 : 37)
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar.
(Sarwono. 2008 : 180)
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri).
(Manuaba. 2010 : 164)

 Bentuk persalinan berdasarkan definisi adalah sebagai berikut :
1)        Persalinan Spontan
Bila persalina seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.
2)        Persalinan Buatan
Bila proses prsalian dengan bantuan tenaga dari luar.
3)        Persalinan Anjuran (partus presipitatus)
Bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan.
(Manuaba. 2010 : 165)


2.      Patofisiologi
His adekuat, pengeluaran lendir darah

Serviks membuka dan mendorong janin ke bawah

Kepala turun dan masuk PAP

Kepala dalam keadaan sintiklismus / asintiklismus

Kepala fleksi

Putar paksi dalam

Kepala defleksi

Dorongan meneran, vulva membuka, perineum menonjol, tekanan anus

His bersama dengan kekuatan mengejan

Putar paksi luar

Bayi lahir seluruhnya
(Sarwono. 2008 :186)

3.      Tanda dan Gejala Persalinan
a.       Kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi yang semakin pendek.
·        Pinggang terasa sakit yang menjalar ke depan
·         Sifatnya teratur, interval makin pendek, dan kekuatannya makin besar
·         Mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks
·         Makin beraktivitas (berjalan) kekutan makin bertambah.
b.      Dapat terjadi pengeluaran pembawa tanda (pengeluaran lendir, lendir bercampur darah) serta pada pemeriksaan dalam dijumpai perubahan serviks (perlunakan serviks, pendataran serviks, terjadi pembukaan serviks).
Dengan his persalinan terjadinya perubahan pada serviks yang menimbulkan :
·         Pendataran dan pembukaan
·         Pembukaan menyebabkan lendir yang ada pada kanalis servikalis lepas
·         Terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah.
c.       Dapat disertai ketuban pecah
Pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang menimbulkan pengeluaran cairan. Sebagian besar ketuban baru pecah menjelang pembukaan lengkap.dengan pecahnya ketuban diharapkan persalinan berlangsung dalam waktu 24 jam.
(Manuaba. 2010 : 169)
d.      Kontraksi uterus yang menyebabkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit).
(Asuhan Persalinan Normal. 2008)

4.      Tahap Persalinan
a.       Kala I
Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai pembukaan lengkap. Pada permulaan his, kala pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturien masih dapat berjalan-jalan. Lamanya kala I untu primigravida berlangsung 12 jam sedangkan multigravida sekitar 8 jam. Berdasarkan kurva Friedman, diperhitungkan pembukaan primigravida 1 cm/jam dan pembukaan multigravida 2 cm/jam.
Kala I dalam persalinan  terdiri atas dua fase, yaitu :
1)      Fase laten
·         Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap.
·         Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.
·         Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.
·         Kontraksi mulai teratur tetapi lamanya masih di antara 20-30 detik.

2)      Fase aktif
·         Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap (kontraksi dianggap adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih).
·         Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara)
·         Terjadi penurunan bagian terbawah janin.
(Asuhan Persalinan Normal. 2008 : 38)

b.      Kala II
Gejala utama kala II (pengusiran) adalah :
1)      His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit, dengan durasi 50 sampai 100 detik.
2)      Menjelang akhir kala I, ketuban pecah dan ditandai dengan pengeluaran cairan secara mendadak.
3)      Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan mengejan, karena tertekannya pleksus Frankenhauser.
4)      Kedua kekuatan, his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga terjadi kepala membuka pintu, suboksiput bertindak sebagai hipomoglion berturut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi, hidung dan muka, dan kepala seluruhnya.
5)      Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar, yaitu penyesuaian kepala terhadap pungung.
6)      Setelah putar paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolog dengan jalan: kepala dipegang pada os oksiput dan di bawah dagu, ditarik curam ke bawah untuk melahirkan bahu depan, dan curam ke atas untuk melahirkan bahu belakang, setelah kedua bahu lahir, ketika dikait untuk melahirkan sisa badan bayi, bayi lahir diikuit oleh sisa air ketuban.
7)      Lamanya kala II untuk primigravida 50 menit dan multigravida 30 menit.



c.       Kala III (pelepasan uri)
Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai 10 menit. Dengan lahirnya bayi, mulai berlangsung pelepasan plasenta pada lapisan Nitabusch, karen sifat retraksi otot rahim. Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan memerhatikan tanda-tanda :
·         Uterus menjadi bundar
·         Uterus terdorong ke atas karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim
·         Tali pusat bertambah panjang
·         Terjadi perdarahan
Melahirkan plasenta dilakukan dengan dorongan ringan secara Crede pada fundus uteri.
d.      Kala IV (observasi)
Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karen perdarahan postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Observasi yang dilakukan meliputi tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi dan pernapasan, kontraksi uterus, terjadinya perdarahan). Perdarahan dianggap masih normal bila jumlahnya tidak melebihi 400 sampai 500 cc.
(Manuaba. 2010 : 173)

5.      Tahap Evaluasi Parturien
a.       Melakukan Anamnesis :
·           Sejak kapan perut terasa nyeri (mules).
·           Jarak setiap terasa sakit.
·           Lamanya rasa sakit.
·           Apakah sudah mngeluarkan : lendir campur darah, darah, cairan.
·           Bagaimana rasa / kesan perut bagian bawah.
·           Bagaimana gerak janin di dalam perut.
b.      Pemeriksaan Fisisk
·         Pemeriksaan fisik umum (kondisi umum, kesadaran, tampak pucat/anemis)
·         Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan)
·         Pemeriksaan khusus abdomen :
-          Kesan abdomen (perut kembung, tampak gerak janin)
-          Pemeriksaan leopold (terdapat tanda abnormal [nyeri berlebihan, tanda cairan bebas dalam abdomen, kesan lingkaran Bandle meningkat/tinggi, bagian janin mudah diraba, tampak perdarahan pervagina])
·         Pemeriksaan dalam.
Pemeriksaan dalam dilakukan pada setiap parturien yang baru datang dengan tujuan untuk menetapkan apakah parturien in partu, menetapkan titik awal rencana persalinan, dan menetapkan ramalan perjalanan persalinan. Selanjutnya pemeriksaan dalam dilakukan berdasarkan petunjuk (indikasi) sehingga dapat menghindari infeksi. Indikasi pemeriksaan dalam adalah ketuban pecah sebelum waktunya, untuk mengevaluasi pembukaan, terjadi indikasi untuk menyelesaikan persalinan atau rencana melakukan rujukan, petunjuk partograf WHO setiap 4 jam.
(Manuaba. 2010 : 176)

6.      Penatalaksanaan
a.       Kala I
·         Bantu ibu dalam persalinan jika nampak gelisah, ketakutan dan kesakitan.
-          Memberikan dukungan dan yakinkan dirinya.
-          Memberikan informasi mengenai proses dan kemajuan persalinan.
-          Dengarkan keluhannya dan cobalah lebih sensitif mendengarnya.
·         Jika ibu tersebut tampak kesakitan, dukungan / asuhan yang dapat dilakukan :
-          Lakukan perubahan posisi.
-          Posisi sesuai dengan keinginan ibu, tetapi jika ibu tetap ingin ditempat tidur sebaiknya dianjurkan tidur miring kiri.
-          Sarankan untuk jalan-jalan.
·         Ajarkan orang yang menemaninya (suami dan keluarga) untuk memijit  menggosok punggung ibu atau membasuh wajah antara his.
-          Mengajarkan pada ibu untuk menahan napasnya sebentar kemudian dilepaskan lewat mulut.
-          Jika diperlukan berikan petidin 1 mg/Kg BB (tetapi jangan melebihi 100 mg) IM/IV secara perlahan atau morfin 0,1 mg/Kg BB atau tranadol 500 mg/oral.
-          Penolong tetap menjaga hak privasi ibu dalam persalinan, antara lain menggunakan penutup/tirai.
-          Menjelaskan persalianan dan perubahan yang terjadi disertai prosedur yang akan dilakukan dan hasil pemeriksaan.
-          Memperbolehkan ibu untuk jalan-jalan bila kepala janin sudah masuk PAP  untuk mempercepat penurunan kepala dengan bantuan gravitasi bumi.
-          Ibu bersalin biasanya merasa panas dan banyak keringat, atasi dengan cara:
1)      Menggunakan kipas angin / AC
2)      Menggunakan kipas biasa
3)      Menganjurkan ibu untuk membuka pakaian yang berlebihan
4)      Memenuhi kebutuhan energi dan mencegah dehidrasi dengan memberi minum.
5)      Sarankan ibu untuk berkemih bila terasa ingin BAK.

b.    Kala II
·         Memberikan dukungan terus-menerus kepada ibu dengan :
-          Mendampingi ibu agar merasa nyaman
-          Menawarkan minum, mengipasi, memijat ibu
·         Mengipasi ibu dan masase untuk menambah kenyamanan ibu.
·         Menjaga kandung kemih tetap kosong, ibu tidak boleh menahan kencing
·         Menjaga kebersihan diri
-          Menjaga privasi ibu
-          Menjelaskan tentang proses dan kemajuan persalinan
-          Menjelaskan prosedur yang akan dilaksanakan dan hasil pemeriksaan
·         Mengatur posisi ibu dalam bimbingan meneran. Dapat dipilih posisi jongkok, menungging, tidur miring, atau setengah duduk. Posisi tegak ada kaitannya dengan berkurangnya ras anyeri, mudah meneran, berkurangnya trauma vagina, perineum dan resiko infeksi.



c.         Kala III
·         Memberikan oksitosin untuk merangsang uterus berkontraksi yang juga begitu plasenta terasa lepas, keluarkan dengan tangan/klem tali pusat mendekati plasenta, keluarkan plasenta dengan gerakan ke bawah, kemudian keatas sesuai dengan jalan lahir.
·         Kedua tangan dapat memegang plasenta perlahan-lahan memutar plasenta dengan searah jarum jam untuk mengeuarkan selaput ketuban.
·         Segera setelah plasenta lahir dan selaput dikeluarkan, masase fundus uteri agar menimbulkan kontraksi.

d.        Kala IV
·         Periksa fundus uteri tiap i5 menit pada 1 jam pertama dan 20-30 menit selama jam kedua.
·         Periksa tekanan darah, nadi, kandung kemih, dan perdarahan setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan tiap 30 menit pada jam kedua.
·         Anjurkan ibu untuk banyak minum air putih untuk mencegah dehidrasi.
·         Bersihkan perineum ibu dan kenakan pakaian yang bersih dan kering.
·         Biarkan bayi beristirahat, bantu ibu pada posisi yang nyaman.
·         Jika ibu perlu ke kamar mandi, ibu boleh bangun, pastikan ibu dibantukarena masih dalam keadaan lemah setelah persalinan.
·         Pastikan ibu sudah BAK dalam 3 jam post partum.
·         Ajari ibu dan keluarga tentang :
-          Bagaimana pemeriksaan fundus dan merangsang kontraksi.
-          Tanda-tanda bahaya bagi ibu dan janin.
(Abdul Gani. 2008 : N-8)

B.       KONSEP KPD
1.      Pengertian
Ketuban pecah dini ( Premature Rupture of Membrane / PROM ) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan multipara kurang dari 5 cm.
(Mochtar, 1998 : 255)
Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan ditunggu satu jam belum dimulainya tanda persalinan.
                                                                                    (Manuaba, 2010 : 229)
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.
(Anggraini, 2011)

2.      Etiologi
a.         Serviks inkompeten
b.        Ketegangan rahim : kehamilan ganda, hidramnion
c.         Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang
d.        Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum masuk PAP, CPD
e.         Kelainan bawaan dari selaput ketuban
f.         Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah
g.        Trauma
(Manuaba, 2010 : 229)

3.      Tanda dan Gejala
-          Ketuban pecah tiba-tiba / keluar cairan ketuban
-          Cairan tampak di introitus
-          Tidak ada his dalam 1 jam
-          Bau cairan ketuban yang khas
(Saifuddin, 2002 : 113)
4.      Patogenesis
Menurut taylor PROM ada hubunganya dengan
-            Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah. Penyakit-penyakit seperti pielonetritis, servisitis, dan vaginnitis terdapat bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini
-            Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)
-            Infeksi (amnionitis/korioamnionotis)
-            Factor-faktor yang merupakan factor predisposisi ialah multipara, malposisi, disproporsi, serviks inkompeten, dan lain-lain
-            Ketuban pecah dini artificial (amniotomi) dimana ketuban dipecahkan terlalu dini
(Rustam Muchtar, 1998 : 256)
5.      Diagnosis
-          Terjadi pengeluaran cairan mendadak disertai bau yang khas
-          Pemeriksaan yang mendapatkan bahwa cairan yang keluar adalah air ketuban, diantaranya tes terning dan nitrazing tes . Langkahnya :
·           Pemeriksaan speculum, untuk mengambil sample cairan ketuban di fornik posterior dan mengambil sample cairan untuk kultur dan pemeriksaan bakteriologis
·           Pemeriksaan dalam dengan hati-hati, sehingga tidak banyak manipulasi daerah pervis untuk mengurangi kemungkinan infeksi asenden dan persalinan prematuritas
(Manuaba, 2010 : 230)
6.      Komplikasi
-          Pada anak : IUFD, IPFD, asfiksia prematuritas
-          Pada ibu : partus lama dan infeksi, atonia uteri, perdarahan post partum, prolaps tali pusat, dan infeksi nifas
(Rustam Mochtar, 1998 : 258)
7.      Pemeriksaan Penunjang
a.       Pemeriksaan leukosit darah : >15.000/UI bila terjadi infeksi.
b.      Tes lakmus merah berubah menjadi biru.
c.       Amniosintesis.
d.      USG : menentukan usia kehamilan, indeks cairan amnion berkurang.
                                                                          (FKUI, 1999 : 313)
8.      Penanganan
1)      Konservatif
a.         Rawat di RS
b.        Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut pikirkan solution plasmenta
c.         Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau) berikan antibiotika sama halnya jika terjadi amnionistis
d.        Jika tidak ada tanda-tanda infeksi dan kehamilan < 37 minggu
-            Berikan antibiotika untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin : ampicillin 4x500 mg selama 7 hari ditambah eritromicin 250 mg peroral 3x1 selama 7 hari
-            Berikan kortikosteroid kepad ibu untuk memperbaiki kematangan paru janin
-            Lakukan persalinan pada kehamilan 37 minggu
-            Jika terdapat his dan darah lender, kemungkinan terjadi persalinan preterm
e.         Jika tidak ada infeksi dan kehamilan > 37 minggu
-            Jika ketuban telah pecah > 18 jam, berikan antibiotika profilaksis untuk mengurangi resiko infeksi streptococcus group B
-            Nilai serviks
Ø  Jika serviks matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin
Ø  Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan prostaglandin dan infuse oksitosin atau lahirkan dengan operasi sectiocessarea.
(Saifuddin, 2002 : 114)
2)      Aktif
a.       Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea. Dapat pula diberikan Misoprostol 50mg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
b.       Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi, dan persalinan diakhiri :
1.       Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan SC.
2.       Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.
3)      Antibiotika Setelah Persalinan
a.         Profilaksis : stop antibiotika.
b.        Infeksi : lanjutkan untuk 24-48 jam setelah bebas panas.
c.         Tidak ada infeksi : tidak perlu antibiotika.
                                                                                    (Sarwono, 2002 : 219-220)
C.      KONSEP VAKUM
1.      Pengertian
Ekstraksi Vacum adalah suatu persalinan buatan dengan prinsip anatara kepala janin dan alat penarik mengikuti gerakan alat vacum ekstraktor.
(Sarwono, 2008)
Ekstraksi Vacum adalah tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengejan ibu dan ekstraksi pada bayi.
                                                                 ( Maternal dan Neonatal ; 495 )
2.      Indikasi
a.       Ibu : penyakit jantung, cedera atau gangguan paru, penyakit neurologis tertentu, kelelahan, persalinan kala II yang berkepanjangan.
b.      Janin : prolaps tali pusat, pemisahan plasenta prematur, dan pola frekuensi denyut jantung janin yang tidak meyakinkan.
(Cunningham, 2005)
3.      Kontraindikasi
Kontraindikasi relatif pelahiran dengan ekstraktor vakum antara lain presentasi muka atau selain puncak kepala lainnya, prematuritas berat, koagulopati janin, makrosomia, dan janin yang baru diambil sampel darah kulit kepalanya.
(Cunningham, 2005)
4.      Syarat-Syarat Vacum
a.       Pembukaan serviks lengkap
b.      Presentasi kepala
c.Posisi kepala janin harus diketahui secara pasti
d.      Tidak ada kesempitan panggul.
e.Penurunan H III/IV ( dasar panggul ).
f.    Ibu kooperatif dan masih mampu untuk mengejan.
g.      Ketuban sudah pecah/dipecahkan.
(Cunningham, 2005)
5.      Persiapan Tindakan
a.         Persiapkan ibu dalam posisi litotomi
b.        Kosongkan kandung kemih dan rektum
c.         Bersihkan vulva dan perineum dengan antiseptik
d.        Beri infus bila diperlukan
e.         Siapkan alat-alat yang diperlukan

6.      Teknik Ekstraksi
a.         Lakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui posisi kepala, apakah ubun-ubun kecil terletak di depan atau kepala, kanan/kiri depan, kanan/kiri belakang untuk menentukan letak denominator.
b.        Lakukan episiotomi primer dengan anestesi lokal sebelum mangkuk dipasang pada primigravida. Sedangkan pada multipara, episiotomi dilakukan tergantung pada keadaan perineum. Dapat dilakukan episiotomi primer atau sekunder (saat kepala hampir lahir dan perineum sudah meregang) atau tanpa episiotomi.
c.         Lakukan pemeriksaan dalam ulang dengan perhatian khusus pada pembukaan, sifat serviks dan vagina, turunnya kepala janin dan posisinya. Pilih mangkuk yang akan dipakai. Pada pembukaan serviks lengkap, biasanya dipakai mangkuk nomor 5.
d.        Masukkan mangkuk ke dalam vagina, mula-mula dalam posisi agak miring, dipasang di bagian terendah kepala, menjauhi ubun-ubun besar. Pada presentasi belakang kepala, pasang mangkuk pada oksiput atau sedekat-dekatnya. Jika letak oksiput tidak jelas atau pada presentasi lain, pasang mangkuk dekat sakrum ibu.
e.       Dengan satu atau dua jari tangan, periksa sekitar mangkuk apakah ada jaringan serviks atau vagina yang terjepit.
f.       Lakukan penghisapan dengan pompa penghisap dengan tenaga – 0,2 kg/ cm2, tunggu selama 2 menit. Lalu naikkan tekanan – 0.2 kg/cm2 tiap 2 menit sampai sesuai tenaga vakum yang diperlukan, yaitu – 0,7 sampai – 0,8 kg/cm2.
g.      Sebelum mengadakan traksi, lakukan pemeriksaan dalam ulang, apakah ada bagian lain jalan lahir yang ikut terjepit.
h.      Bersamaan dengan timbulnya his, ibu diminta mengejan. Tarik mangkuk sesuai arah sumbu panggul dan mengikuti putaran paksi dalam. Ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri menahan mangkuk agar selalu dalam posisi yang benar, sedang tangan kanan menarik pemegang. Traksi dilakukan secara intermiten bersamaan dengan his. Jika his berhenti traksi juga dihentikan.
i.        Lahirkan kepala janin dengan menarik mangkuk ke atas sehingga kepala melakukan gerakan defleksi dengan suboksiput sebagai hipomoklion, sementara tangan kiri penolong menahan perineum. Setelah kepala lahir, pentil dibuka, lalu mangkuk dilepas. Lama  tarikan sebaliknya tidak lebih dari 20 menit, maksimum 40 menit.

7.      Kegagalan
1)      Ekstraksi vacum dianggap gagal jika :
a.       Kepala tidak turun pada tarikan
b.      Jika tarikan sudah tiga kali dan kepala bayi belum turun, atau tarikan sudah 30 menit
c.       Mangkok lepas pada tarikan pada tekanan maksimum
2)      Setiap aplikasi vacum harus dianggap sebagai ekstraksi vacum percobaan. Jangan lanjutkan jika tidak terdapat penurunan kepala pada setiap tarikan.

8.      Penyebab Kegagalan
a.       Tenaga vacum terlalu rendah
b.      Tekanan negatif dibuat terlalu cepat.
c.       Selaput ketuban melekat.
d.      Bagian jalan lahir terjepit.
e.       Koordinasi tangan kurang baik.
f.       Traksi terlalu kuat.
g.      Cacat alat, dan
h.      Disproporsi sefalopelvik yang sebelumnya tak diketahui.

9.      Komplikasi
a.Laserasi dan memar kulit kepala
b.      Sefalohematoma
c.Perdarahan intrakranium
d.      Ikterus neonatus
e.Distosia bahu
f.    Kematian janin


DAFTAR PUSTAKA

Anggraini. 2011. Ketuban Pecah Dini. http://anggarini.staff.uns.ac.id diakses pada tanggal 13 November 2012.
Asuhan Perasalinan Normal. 2008. Asuhan Persalinan Normal & Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta : JNPK-KR.

Manuaba, Ida Bagus. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Mochtar, Rustam. 1992. Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta : EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Asuhan Maternal dan Nonatal. Jakarta : YBPSP.
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP.
Saifuddin. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal. Jakarta: YBP – SP.
Saifuddin. 2008. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : EGC.

Varney, Hellen, dkk. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 2. Jakarta : EGC.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar